Kemarau Melanda Dunia, ChatGPT Malah Habiskan Sebotol Air Tiap Jawab 5 Pertanyaan
Kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI) memang menjadi topik yang hangat beberapa waktu belakangan ini. Tak hanya kehebatan dan kecanggihannya dalam melakukan suatu pekerjaan, namun juga dampak buruk yang dihasilkan turut menjadi perdebatan di berbagai media.
Beberapa dampak dari pengembangan teknologi kecerdasan buatan (AI) di antaranya seperti hilangnya sejumlah lapangan pekerjaan serta maraknya penyebaran disinformasi. Selain itu, teknologi AI ternyata juga berimbas pada lingkungan.
Salah satu yang disorot adalah chatbot AI ChatGPT dari perusahaan Open AI, di mana ChatGPT disebut-sebut sebagai pelopor tren kecerdasan buatan hingga populer digunakan di seluruh dunia.
Shaolei Ren, seorang peneliti dari University of California, Riverside, memperhitungkan dalam studinya bahwa ChatGPT mengonsumsi hingga 500 ml atau setara satu botol air mineral ukuran sedang untuk memproses setiap 5 hingga 50 prompt alias instruksi yang diajukan pengguna.
Sebagai informasi, untuk menjalankan AI, dibutuhkan banyak server. Tidak hanya mengambil banyak daya listrik, tetapi komputer server di data center juga membutuhkan sumber air yang berlimpah untuk pendinginan. Hal itu karena komputer di data center yang menjalankannya menghasilkan banyak panas sehingga perlu didinginkan lewat cooling tower di luar gedung.
Tak hanya ChatGPT, Ren diketahui memang sedang melakukan penelitian mengenai dampak lingkungan dari layanan generative AI lainnya semacam Google Bard, dkk.
"Banyak orang tak paham soal sumber daya yang digunakan di balik ChatGPT," kata Ren.
"Jika kita tak paham penggunaan sumber dayanya, maka tak ada cara kita bisa melestarikan sumber daya," ia menuturkan.
Selain OpenAI dengan ChatGPT-nya, raksasa teknologi lain seperi Google dan Microsoft pun telah melaporkan bahwa konsumsi air mereka juga membludak.
Microsoft dalam laporan terakhirnya mengaku konsumsi airnya naik 34% dari 2021 ke 2022. Persentase itu setara 1,7 miliar galon atau lebih dari 2.500 kolam berukuran Olimpiade, dikutip dari AP, Selasa (12/9/2023).
Sementara itu, Google juga melaporkan penambahan konsumsi air sebanyak 20% pada periode yang sama dengan Microsoft. Ren juga mengindikasikan peningkatan ini berkat AI.
Microsoft sendiri telah membuat pernyataan mengenai hal ini, di mana mereka akan terus berusaha untuk meningkatkan penggunaan energi bersih sekaligus mengawasi emisi yang dihasilkan.
"Kami akan terus mengawasi emisi yang kami hasilkan, serta meningkatkan penggunaan energi bersih untuk menjalankan data center kami," kata Microsoft dalam keterangan resminya.
"Kami menyadari large model (penyokong generative AI) bisa menguras sumber daya dan air. Kami akan terus meningkatkan efisiensi," tertulis dalam keterangannya.
Di tengah kekeringan dunia
Ironisnya, konsumsi air berlebihan yang dibutuhkan untuk pengembangan AI ini terjadi ketika sejumlah wilayah di Bumi dilanda bencana kekeringan. Bahkan, kekeringan ini turut menyebabkan kelangkaan pangan hingga kelaparan.
Penyebab kekeringan tersebut diyakini karena adanya pengaruh 2 faktor, yakni perubahan iklim termasuk pola El Nino dan La Nina, serta Feedback Loops.